Rabu, 25 Januari 2017

PESTISIDA

Pestisida

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Penyemprotan pestisida dengan pesawat terbang pertanian

Mesin khusus penyemprot pestisida dengan rear-wheel drive
Pestisida atau pembasmi hama adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan, menolak, atau membasmi organisme pengganggu.[1] Nama ini berasal dari pest ("hama") yang diberi akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus, gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida biasanya, tetapi tak selalu, beracun.
Penggunaan pestisida tanpa mengikuti aturan yang diberikan membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan, serta juga dapat merusak ekosistem. Berdasarkan Konvensi Stockholm mengenai Polutan Organik Persisten, 9 dari 12 senyawa kimia organik berbahaya adalah pestisida.[2][3]

Daftar isi

Sejarah

Sebelum tahun 2000 SM, manusia telah menggunakan pestisida untuk melindungi tanaman pertanian. Pestisida pertama berupa sulfur dalam bentuk unsur yang ditebarkan di atas lahan pertanian di Sumeria sekitar 4500 tahun yang lalu. Rig Veda yang berusia 4000 tahun menyebutkan penggunaan tanaman beracun untuk mengendalikan hama.[4] Sejak abad ke 15, senyawa berbahaya seperti arsenik, raksa, dan timbal diterapkan di lahan pertanian untuk membunuh hama. Pada abad ke 17, nikotin sulfat diekstraksi dari daun tembakau untuk dijadikan insektisida. Abad ke 19, piretrum dari bunga krisan dan rotenon dari akar sayuran mulai dikembangkan.[5] Hingga tahun 1950an, pestisida berbahan dasar arsenik masih dominan.[6] Paul Herman Müller menemukan DDT yang sangat efektif sebagai insektisida. Organoklorin menjadi dominan, namun segera digantikan oleh organofosfat dan karbamat pada tahun 1975 di negara maju. Senyawa piretrin menjadi insektisida dominan.[6] Herbisida berkembang dan mulai digunakan secara luas pada tahun 1960an dengan triazin dan senyawa berbasis nitrogen lainnya, asam karboksilat, dan glifosat.[6]
Pada tahun 1960an, ditemukan bahwa DDT menyebabkan berbagai burung pemakan ikan tidak bereproduksi, yang menjadi masalah serius bagi keanekaragaman hayati. Penggunaan DDT dalam pertanian kini dilarang dalam Konvensi Stockholm, namun masih digunakan di beberapa negara berkembang untuk mencegah malaria dan penyakit tropis lainnya dengan menyemportkannya ke dinding untuk mencegah kehadiran nyamuk.[7]

Definisi

Jenis pestisida Sasaran
Herbisida Gulma
Arborisida Semak dan Belukar
Algisida atau Algasida Alga
Avisida Burung
Bakterisida Bakteri
Fungisida Fungi
Insektisida Serangga
Mitisida atau Akarisida Tungau
Molluskisida Siput
Nematisida Nematoda
Rodentisida Rodent
Virusida Virus
Larvisida Ulat
Silvisida Pohon Hutan
Ovisida Telur
Pisisida Ikan Mujahir
Termisida Rayap
Predasida Predator atau Hewan Vertebrata
FAO mendefinisi pestisa sebagai "zat atau campuran zat yang bertujuan untuk mencegah, membunuh, atau mengendalikan hama tertentu, termasuk vektor penyakit bagi manusia dan hewan, spesies tanaman atau hewan yang tidak diinginkan yang dapat menyebabkan kerusakan selama produksi, pemrosesan, penyimpanan, transportasi, atau pemasaran bahan pertanian (termasuk hasil hutan, hasil perikanan, dan hasil peternakan).Istilah ini juga mencakup zat yang mengendalikan pertumbuhan tanaman, merontokkan daun, mengeringkan tanaman, mencegah kerontokkan buah, dan sebagainya yang berguna untuk mengendalikan hama dan memitigasi efek dari keberadaan hama, baik sebelum maupun setelah panen."[8]
Pestisida dapat diklasifikasikan berdasarkan target organisme yang menjadi sasarannya,[3][9] struktur senyawanya bahan bakunya (misal organik, inorganik, sintetis, biopestisida),[10] dan wujud fisiknya serta cara penerapannya (misal fumigasi pada pestisida berwujud gas).[10] Biopestisida mencakup pestisida mikrobiologi dan biokimia.[11] Pestisida berbahan dasar tumbuhan saat ini telah berkembang, yaitu piretrum, rotenon, nikotin, strychnine, dan scillirosida.[12]:15
Berbagai pestisida dapat dikelompokan menjadi famili senyawa kimianya. Famili senyawa kimia pestisida yang terkenal yaitu organoklorin, organofosfat, dan karbamat. Famili hidrokarbon organoklorin dapat dibagi menjadi diklorodifeniletana (DDT), senyawa siklodiena, dan lainnya. Organoklorin bekerja dengan mengganggu keseimbangan ion kalium-natrium di dalam jaringan syaraf. Tingkat keracunan senyawa ini dapat bervariasi, namun seluruh senyawa organoklorin bersifat persisten dan dapat terakumulasi secara biologi.[12]:239–240 Organofosfat dan karbamat telah menggantikan organoklorin. Keduanya menghambat kerja enzim asetilkolinesterase yang mengirimkan asetilkolin ke jaringan syaraf, mampu menyebabkan kelumpuhan. Organofosfat secara umum beracun bagi vertebrata.[12]:136–137
Herbisida seperti fenoksi bekerja secara selektif dan hanya mengincar gulma berdaun lebar dan tidak mengincar rerumputan. Fenoksi dan asam benzoat berfungsi mirip seperti hormon pertumbuhan tanaman, dan menumbuhkan sel secara tidak terkendali, sehingga memaksa kerja sistem transportasi tanaman (floem dan xylem) dan merusaknya.[12]:300 Triazin mengganggu fotosintesis.[12]:335 Glifosat yang kini banyak digunakan, belum dikategorikan dalam famili senyawa herbisida manapun.
Pestisida juga dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme biologisnya dan metode penerapannya. Kebanyakan pestisida bekerja dengan meracuni hama.[13] Pestisida sistemik diserap oleh tanaman dan bergerak di dalam tanaman sehingga meracuni hama yang menghisap nutrisi tanaman. Insektisida dan fungisida bergerak melalui xylem. Insektisida sistemik dapat membahayakan serangga non target, bahkan serangga yang menguntungkan seperti lebah dan polinator lainnya, karena sinsektisida sistemik juga bergerak dari dalam tubuh tumbuhan ke bunga.
Pada tahun 2009, fungisida paldoksin diperkenalkan dan bekerja dengan memanfaatkan senyawa yang dilepaskan oleh tumbuhan, fitoaleksin. Secara alami, fungi melakukan detoksifikasi melawan fitoaleksin. Paldoksin menghambat enzim yang berperan dalam detoksifikasi tersebut. Fungisida ini dipercaya lebih aman.[14]
Pestisida juga bisa diklasifikasikan berdasarkan kemampuan terurainya (biodegradable dan persisten) yang dapat berlangsung selama beberapa detik hingga tahunan. DDT membutuhkan waktu tahunan untuk terurai di alam, dan akan terakumulasi dalam rantai makanan.[15]

Organofosfat

Pestisida organofosfat mempengaruhi sistem syaraf dengan mengganggu enzim yang mengatur asetilkolin, zat penghantar sinyal syaraf. Ditemukan pada awal abad ke 19, namun efeknya pada serangga dan manusia baru diketahui pada tahun 1932: organofosfat sama berbahayanya bagi serangga dan manusia. Beberapa sangat beracun dan digunakan di Perang Dunia II sebagai senjata. Namun biasanya tidak bersifat persisten di alam.

Karbamat

Sama seperti organofosfat, namun efeknya bersifat reversible dan dapat disembuhkan.

Organoklorin

Organoklorin bekerja dengan mengganggu keseimbangan ion kalium-natrium di dalam jaringan syaraf. Organoklorin telah dilarang penggunaannya di berbagai negara karena membahayakan lingkungan dan kesehatan serta bersifat sangat persisten.

Piretroid

Dikembangkan sebagai versi sintetik dari senyawa alami piretrin yang ditemukan di bunga krisan. Namun senyawa piretroid sintetik berbahaya bagi kesehatan sistem syaraf.

Sulfonilurea

Pestisida ini membunuh tanaman dengan menghambat enzim asetolaktat sintase.[16]

Biopestisida

Biopestisida dikembangkan dari bahan alami, dari hewan, tumbuhan, bakteri, dan bahan tambang mineral. Contohnya adalah minyak kanola dan baking soda memiliki kemampuan sebagai pestisida. Klasifikasi biopestisida yaitu:
  • Biopestisida mikroba yang merupakan sekumpulan mikroba (bakteri, fungi, virus) sebagai bahan aktifnya. Biopestisida ini bersifat selektif dan mengincar target tertentu saja. Telah terdapat fungi yang didayagunakan sebagai penghambat pertumbuhan gulma tertentu. Beberapa jenis fungi juga menjadi parasit bagi serangga dan dapat digunakan untuk membunuh serangga tersebut.
Bacillus thuringiensis adalah contoh bakteri biopestisida. Bakteri ini memproduksi protein yang membunuh larva serangga. Protein ini mengganggu saluran pencernaan sehingga menyebabkan larva serangga kelaparan.
  • Tanaman juga dapat dimodifikasi secara genetika untuk menghasilkan senyawa yang mampu melindungi tanaman.
  • Pestisida biokimia yang secara alami terdapat di alam dapat mengendalikan hama secara non-toksik. Contohnya adalah feromon yang mempengaruhi siklus perkembang biakan serangga sehingga rantai keturunan serangga terputus. Feromon juga bisa berfungsi sebagai pemikat serangga untuk menuju ke jebakan serangga.
Contoh pestisida lainnya yaitu:
Jenis Efek
Atraktan Menarik Serangga pada lokasi yg mendapat perlakuan
Antifouling Membunuh organisme yang menempel di badan kapal penangkap ikan
Defoliant Merontokkan daun (foliage: daun)
Dessicant Mengeringkan jaringan tumbuhan
Disinfektan Membunuh atau menon-aktifkan mikroorganisme penyebab penyakit
Kemosterilan Memandulkan Serangga atau Hewan Vertebrata
Repellent Menolak atau mencegah kehadiran serangga
Sterilan Tanah Pensterilasi Tanah dari Mikroorganisma dan organisma pengganggu lainnya
Stimulan Di gunakan sbg Perangsang
Inhibitor Penghambat
Pengawet Kayu Misalnya Penta Kloro Phenol (PKP)
Anti-feedan Berkerja untuk menghalangi Hama makan , namun tetap tinggal sehingga mati kelaparan

Pemanfaatan

Pestisida digunakan untuk mengendalikan keberadaan hama yang diyakini membahayakan.[17] Misal nyamuk yang dapat membawa berbagai penyakit mematikan seperti virus Nil Barat, demam kuning, dan malaria. Pestisida juga ditujukan kepada hewan yang mampu menyebabkan alergi seperti lebah, tawon, semut, dan sebagainya. Insektisida pun digunakan di peternakan dalam mencegah kehadiran serangga yang mampu menularkan penyakit dan menjadi parasit.[17] Pestisida pun digunakan dalam pengawetan makanan, seperti mencegah tumbuhnya jamur pada bahan pertanian dan mencegah serta membunuh tikus yang biasa memakan hasil pertanian yang disimpan. Herbisida juga digunakan dalam transportasi seperti membunuh gulma di pinggir jalan dan trotoar. Tumbuhan dan hewan invasif juga dapat ditanggulangi dan dicegah dengan pestisida. Herbisida dan algasida telah digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan alga dan tumbuhan air di perairan.[18] Hama seperti rayap dan jamur dapat merusak struktur bangunan yang terbuat dari kayu.[17]
Pestisida dapat menyelamatkan usaha pertanian dengan mencegah hilangnya hasil pertanian akibat serangga dan hama lainnya. Di Amerika Serikat, diperkirakan setiap dolar yang dikeluarkan untuk pestisida menyelamatkan empat dolar uang yang dapat hilang karena hama.[19] Studi lainnya menemukan bahwa tanpa penggunaan pestisida, hasil pertanian dapat turun sekitar 10%.[20] Studi lainnya yang dilakukan pada tahun 1999 menemukan bahwa pelarangan pestisida di Amerika Serikat dapat menyebabkan kenaikan harga pangan, hilangnya lapangan pekerjaan, dan meningkatnya penderita kelaparan.[21]
DDT yang disemprotkan di tembok rumah dapat melawan malaria dan digunakan pada tahun 1950an dan WHO mendukung hal tersebut.[22][22] Namun pada tahun 2007, sebuah studi mengkaitkan kanker payudara dengan paparan DDT pra-pubertas.[23] Gejala keracunan juga dapat terjadi ketika DDT dan senyawa hidrokarbon berklorin masuk ke makanan manusia. Meski begitu, para ilmuwan memperkirakan DDR dan bahan kimia organofosfat lainnya telah menyelamatkan 7 juta jiwa sejak tahun 1945 dengan mencegah penyebaran penyakit malaria, wabah bubonik, tripanosomiasis Afrika, dan typhus.[24] Meski demikian, penggunaan DDT tidak selalu efektif karena resistansi terhadap DDT telah ditemukan sejak tahun 1955, dan pada tahun 1972 19 spesies nyamuk dinyatakan telah tahan terhadap DDT.[25] Sebuah studi oleh WHO pada tahun 2000 di Vietnam menemukan bahwa pengendalian malaria tanpa DDT dapat lebih efektif dibandingkan DDT.[26]
Pada tahun 2006 dan 2007, dunia telah menggunakan setidaknya 5.2 miliar pon pestisida dengan herbisida merupakan porsi terbesar, mencapai 40%, diikuti insektisida 17%, dan fungisida 10%.[27] Pada tahun yang sama, Amerika Serikat menggunakan 1.1 miliar pon pestisida.[27] Saat ini terdapat 155 juta bahan aktif yang terdaftar sebagai pestisida[28] yang dapat digunakan bersama-sama untuk membentuk 20000 jenis produk pestisida.[29] Diperkirakan pasar ini akan mendapatkan keuntungan sebesar US$ 52 miliar pada tahun 2019.[30]

Alternatif

Berbagai metode dapat digunakan untuk mengendalikan hama, termasuk modifikasi metode budi daya, penggunaan pengendalian hama biologis seperti feromon dan protein mikroba, rekayasa genetika, dan metode penghalangan perkembang biakan serangga.[24] Penerapan kompos dari sampah kebun juga dapat digunakan untuk mengendalikan nematoda.[31] Metode ini menjadi semakin populer karena lebih aman dibandingkan penggunaan bahan kimia konvensional.
Modifikasi praktik budi daya mencakup praktik polikultur, rotasi tanaman, penanaman di lahan yang tidak dapat ditumbuhi hama, penanaman berdasarkan musim di mana hama tidak banyak muncul, dan penggunaan tanaman jebakan yang memikat hama dari tanaman yang diproduksi.[24] Penyiraman air panas juga sama efektifnya dengan pestisida dengan biaya yang sama dengan penyemprotan pestisida.[24]
Pelepasan organisme yang melawan hama juga dapat menjadi alternatif dari penanggulangan hama. Organisme tersebut adalah predator atau parasit dari hama target.[24]
Intervensi siklus reproduksi serangga dapat dicapai dengan sterilisasi serangga jantan sehingga betina tidak menghasilkan telur.[24] Metode ini pertama digunakan pada serangga Cochliomyia hominivorax pada tahun 1958.[32][33] Namun metode ini dapat memakan banyak biaya dan waktu, serta hanya efektif pada serangga jenis tertentu.[24]
Alternatif lainnya adalah perlakuan panas pada tanah (sterilisasi) menggunakan uap untuk membunuh hama yang hidup atau dorman di dalam tanah.

Efektivitas

Berbagai bukti menunjukan bahwa metode pengendalian hama alternatif memiliki efektivitas yang setara dengan pestisida kimia. Swedia telah mengurangi setengah pestisida berbahaya tanpa mengurangi hasil pertaniannya.[24] Di Indonesia, petani telah mengurangi pestisida pada sawah sebanyak 65% dan hanya mengalami penurunan prduksi 15%.[24] Di Florida penanaman jagung yang diikuti dengan penerapan kompos sampah kebun dengan rasio C/N yang tinggi dapat mengurangi parasit nematoda dan meningkatkan hasil produksi.[31]
Resistansi pestisida secara umum meningkat sehingga peningkatan penggunaan pestisida kimia cenderung tidak berarti. Pada tahun 1940an di Amerika Serikat, petani kehilangan 7% dari hasil pertanian akibat hama. Peningkatan penggunaan pestisida meningkat, namun pada tahun 1980an petani kehilangan 13% hasil pertanian akibat hama. Sejak tahun 1945, diperkirakan antara 500 hingga 1000 spesies serangga dan gulma telah mengembangkan ketahanan terhadap pestisida.[34]

Kerugian

Pestisida secara umum membawa kerugian bagi lingkungan dan kesehatan manusia.[35]

Bahaya bagi kesehatan

Pestisida dapat menyebabkan efek akut dan jangka panjang bagi pekerja pertanian yang terpapar.[36] Paparan pestisida dapat menyebabkan efek yang bervariasi, mulai dari iritasi pada kulit dan mata hingga efek yang lebih mematikan yang mempengaruhi kerja syaraf, mengganggu sistem hormon reproduksi, dan menyebabkan kanker.[37] Sebuah studi pada tahun 2007 pada limfoma non-Hodgkin dan leukimia menunjukan hubungan positif dengan paparan pestisida.[38] Bukti yang kuat juga menunjukan bahwa dampak negatif dari paparan pestisida mencakup kerusakan syaraf, kelainan bawaan, kematian janin, dan gangguan perkembangan sistem syaraf.[39][40] American Medical Association merekomendasikan pembatasan paparan pestisida dan mulai menggunakan alternatif yang lebih aman.[10]
WHO dan UNEP memperkirakan bahwa setiap tahunnya 3 juta pekerja pertanian mengalami keracunan pestisida, dan 18000 diantaranya meninggal.[24] Dan kemungkinan 25 juta orang mengalami gejala keracunan pestisida ringan setiap tahunnya.[41] Bunuh diri dengan meracuni diri sendiri dengan pestisida merupakan cara bunuh diri paling populer ketiga di dunia.[42] Wanita pada usia kehamilan 8 minggu yang hidup dekat dengan ladang yang disemprot pestisida organoklorin jenis dikofol dan endosulfan memiliki kemungkinan mendapatkan anak yang lahir dalam kondisi autis.[43]

Efek bagi lingkungan

Penggunaan pestisida meningkatkan jumlah permasalahan pada lingkungan. Lebih dari 90% insektisida dan 95% herbisida yang disemprotkan menuju ke tempat yang bukan merupakan target.[24] Arus pestisida terjadi ketika pestisida yang tersuspensi di udara sebagai partikel terbawa oleh angin ke wilayah lain, sehingga berpotensi menimbulkan pencemaran. Pestisida merupakan masalah utama polusi air dan beberapa pestisida merupakan polutan organik persisten yang menyebabkan kontaminasi tanah.
Pestisida juga mengurangi keanekaragaman hayati pertanian di tanah sehingga mengurangi laju pengikatan nitrogen.[44] hilangnya polinator,[45][46][47][48] menghancurkan habitat (terutama habitat burung),[49] dan membahayakan satwa terancam.[24] Seiring waktu, spesies hama dapat mengembangkan ketahanan terhadap pestisida sehingga dibutuhkan penelitian untuk mengembangkan pestisida jenis baru.
Karena pestisida hidrokarbon terklorinasi larut di dalam jaringan lemak dan tidak diekskresikan, organisme yang terpapar akan mempertahankan senyawa tersebut sepanjang hidupnya. Akumulasi akan terjadi pada rantai makanan, di mana pestisida akan terkonsentrasi pada pemuncak rantai makanan. Di habitat laut, konsentrasi pestisida ada pada ikan karnivora, terutama ikan pemangsa burung dan mamalia.[50] Distilasi global adalah proses di mana pestisida yang menguap mengalir dari lingkungan yang lebih panas ke lingkungan yang lebih dingin, terutama kutub dan puncak gunung. Pestisida ini dapat terbawa oleh angin dan terkondensasi, kembali ke tanah sebagai hujan atau salju.[51]
Harm Annual US Cost
Public Health $1.1 billion
Pesticide Resistance in Pest $1.5 billion
Crop Losses Caused by Pesticides $1.4 billion
Bird Losses due to Pesticides $2.2 billion
Groundwater Contamination $2.0 billion
Other Costs $1.4 billion
Total Costs $9.6 billion
Dalam mengurangi dampak negatif ini, pestisida diharapkan mampu terdegradasi atau setidaknya tidak menjadi aktif setelah masuk ke lingkungan di luar lahan target penyemprotan. Inaktivasi dapat dilakukan dengan mendayagunakan sifat kimia dari senyawa atau memanfaatkan proses yang terjadi di lingkungan.[52][53] Adsorpsi pestisida oleh tanah juga dapat menghambat pergerakan pestisida, namun membahayakan keanekaragaman hayati di dalam tanah.[54]

Keekonomian

Di Amerika Serikat, kerugian biaya akibat dampak pestisida bagi kesehatan dan lingkungan diperkirakan mencapai US$ 9.6 miliar.[55] Biaya tambahan mencakup proses registrasi dan pembelian pestisida. Proses registrasi zat atau produk pestisida baru membutuhkan waktu beberapa tahun hingga selesai karena membutuhkan lebih dari 70 jenis uji lapang dan memakan biaya sebesar US$ 50 - 70 juta untuk satu pestisida.[55]
https://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida

Selada ORGANIK untuk hidangan

Selada (hidangan)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Salad yang terdiri berbagai sayuran
Selada adalah jenis makanan yang terdiri dari campuran sayur-sayuran dan bahan-bahan makanan siap santap. Salad didefinisikan oleh The Dictionary of American Food and Drink, sebagai makanan yang berupa sayur-sayuran hijau yang disiram dengan berbagai bumbu dan saus, kemudian ditambahkan dengan sayuran atau buah-buahan lain.[1] Menurut sejarah, salad telah dikonsumsi orang Romawi dan Yunani Kuno. Kata salad berasal dari Bahasa Latin "sal" yang berarti "garam".[2] Garam pada saat itu adalah bumbu yang penting untuk memberi rasa bagi makanan. Kata "sal" diserap ke dalam Bahasa Perancis kuno menjadi salade dan di akhir abad ke-14 diserap dalam Bahasa Inggris menjadi salad atau sallet.[1]

Daftar isi

Penyajian secara umum

Salad dapat disajikan dingin (setelah didinginkan terlebih dahulu dalam lemari pendingin) atau disajikan dalam temperatur ruang, dan dapat juga menjadi isi dari sandwich. Walaupun dapat dibuat atau terdiri dari bahan daging matang atau telur (rebus atau goreng), umumnya jenis makanan ini terdiri dari setidaknya satu jenis sayuran mentah atau buah-buahan, umumnya digunakan selada. Seringkali salad disajikan dengan saus (dressing) tertentu.

Selada di berbagai negara

Seiring waktu, resep salad berkembang di mana-mana dan variasi salad menjadi sangat banyak. Di Amerika, salad mulai digemari sejak tahun 1960-an seiring kepedulian akan makanan yang alami. Salad Amerika memiliki variasi yang paling banyak dan meriah.[1] Di paruh abad ke-20, umumnya salad Amerika terdiri dari selada kepala renyah (iceberg lettuce), sayuran yang tersedia di musim panas, atau buah-buahan seperti apel, kismis dan jeruk. Saus terdiri dari minyak dan cuka, mayones, krim asam, termasuk saus Thousand Island dan saus French (French dressing).[1]

Amerika Serikat

Keluarga-keluarga Amerika menciptakan ragam salad yang sangat banyak sepanjang dekade. Di akhir abad ke-19, salad Amerika cenderung lebih disajikan dengan warna kontras. Salad Amerika bisa terdiri dari asparagus yang berwarna ungu, merah, kuning, atau oranye, paprika berwarna oranye atau kuning, kemudian tomat, semangka kuning, bit emas, atau sesuka hatinya si pembuat. Beberapa yang terkenal sejak lama antara lain salad Cobb yang dibuat di restoran Brown Derby pada tahun 1937. Salad ini terdiri dari selada, apokat, tomat, daging ayam, keju, telur dan bacon. Selain itu variasi klasik salad Amerika adalah Ginger Ale Molded Salad, salad yang dibuat dengan sari jahe, jus buah dan kombinasi macam-macam buah kemudian disusun dengan gelatin. Salad hijau Amerika yang lebih umum terdiri dari selada, tomat, lobak, ketimun, sayur-sayur musiman dengan saus Green Goddess, Thousand Island, atau saus French. Salad Amerika banyak memakai saus mayones yang diciptakan sendiri. Salad tradisional juga sering menggunakan menggunakan bit, ketimun dan macaroni.

Perancis

Salad adalah bagian penting dalam masakan Perancis. Salad yang umum adalah salade verte atau salad hijau, biasanya disajikan terpisah dari makan utama di sepanjang hari, makan siang atau pun makan malam. Sayuran yang digunakan antara lain selada, selada air atau chicory.[3] Selain itu dapat pula menggunakan daun dandelion muda, selada, endive atau chicory. Daun salad dicuci bersih, disiram saus berupa minyak dan cuka. Variasi saus bisa juga memakai jus lemon. Kombinasi minyak dan cuka yang bagus adalah minyak yang bisa menyembunyikan rasa asam. Orang Perancis menyukai cuka yang berasa bawang putih atau herba, terutama di Perancis selatan.[3] Salad Perancis yang sederhana dibuat dari tomat, kentang, ketimun dan wortel. Salad yang lebih ramai salah satunya Salade Nicoise yang diisi dengan daging dan ikan.[3]

Britania Raya

Tradisi membuat salad di Britania Raya telah berlangsung lama. Di Inggris, salad memiliki nama lain "beefeaters". Dalam kitab masakan Inggris The Forme Of Cury (sekitar tahun 1390) yang ditulis oleh juru-juru masak kepada Richard II, dijelaskan bahwa salad terdiri dari sekumpulan herba segar, bawang putih, bawang, fennel dan sayuran hijau, diberi saus berupa minyak, cuka dan garam.[4] Resep tradisional Inggris muncul semakin banyak mulai abad ke-17 dan 18. Orang Inggris juga menggunakan istilah salad untuk merujuk kepada sejumlah besar makanan sayur-sayuran, termasuk acar ketimun, salad rebus sampai kepada "grand sallats" yang terdiri dari sayuran hijau dilengkapi dengan buah-buahan kering atau manisan, telur rebus dan caper.[4] Ciri khas salad Inggris adalah penggunaan krim salad.[5] Krim Salad dibuat pertama kali di Britania Raya oleh Heinz pada tahun 1914 dan sangat populer di kalangan kelas pekerja. Kepopulerannya berkurang setelah tergantikan oleh saus mayones.

Indonesia

Salad Indonesia memiliki variasi yang banyak dari resep-resep di berbagai daerah. Salad khas Indonesia cocok untuk dihidangkan pada saat kapan pun yakni dapat sebagai makanan pembuka, pendamping hidangan utama atau hidangan penutup.[6] Salad representatif adalah gado-gado. Variasi gado-gado sangat banyak menurut daerah ia dikembangkan. Sayur-sayuran yang digunakan dapat apa saja namun yang menjadi kesamaan adalah penggunaan bumbu kacang sebagai saus, kemudian ditambah tahu, tempe dan kerupuk.[6] Jenis salad lain yang umum adalah rujak yang bisa terdiri dari sayur-sayuran atau buah-buahan dengan saus kacang.
https://id.wikipedia.org/wiki/Selada_(hidangan)

Daftar senyawa organik

Daftar senyawa organik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Senyawa organik memiliki banyak jenis, sehingga perlu adanya suatu penggolongan senyawa organik. Berikut adalah penggolongan senyawa organik:
  • Senyawa Siklik: Senyawa yang mempunyai rantai karbon tertutup.
  • Senyawa Alifatik: Senyawa yang mempunyai rantai karbon terbuka.
  • Senyawa Homosiklik: Senyawa siklik yang atom lingkarnya hanya tersusun oleh atom karbon.
  • Senyawa Heterosiklik: Senyawa siklik yang atom lingkarnya selain tersusun oleh atom C (karbon) juga tersusun oleh atom lain, misalnya: O, N, dan S

Bahan organik tanah

Bahan organik tanah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

bahan organik tanah
Bahan organik tanah (Inggris:Soil Organic Matter) merupakan bahan di dalam atau permukaan tanah yang berasal dari sisa tumbuhan, hewan, dan manusia baik yang telah mengalami dekomposisi lanjut maupun yang sedang megalami proses dekomposisi.[1] secara substansi bahan organik tersusun dari bahan humus dan non humus (Bohn et al., 1979).[1]

Bahan non Humus

Bahan non humus meliputi bahan yang sedang terdekomposisi dan terdekomposisi sebagian. Bahan non humus merupakan sumber energi bagi mikroorganisme tanah serta serta sumber hara bagi tanaman.[2] Melalui proses mineralisasi bahan organik, akan tersedia unsur hara mikro maupun makro.[2] Sedangkan bahan humus mengandung unsur hara seperti NH4, NO3, SO4, S, H2PO4.[2]

Bahan Humus

Bahan humus merupakan bahan yang telah terdekomposisi dan merupakan lapisan tanah yang paling subur.[2] Humus mempunyai pengaruh memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kapasitas pertukaran kation dalam tanah, penyangga pH tanah, dan meningkatkan daya simpan lengas.[2] Selain itu bahan organik juga mempunyai pengaruh yang kuat di dalam agregasi tanah dan pembentukan struktur tanah yang baik untuk pertumbuhan tanaman, sehingga pada gilirannya memperbaiki drainase dan permeabilitas, penetrasi akar dan meningkatkan ketahanan terhadap erosi.[2]
Kandungan bahan organik tanah berkisar antara 0,5-5% pada tanah-tanah mineral, dan mencapai 98% untuk tanah gambut/organik.[3] Banyak parameter yang dapat digunakan untuk mencirikan kualitas bahan organik diantaranya adalah kandungan karbon dan nitrogen (C/N), kandungan bahan-bahan humus, kandungan lignin, selulosa, dll.[4]

Faktor yang mempengaruhi kandungan organik tanah

Kandungan bahan organik tanah sangat bervariasi, dari yang rendah sampai tinggi/sangat tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kandungan bahan organik tanah antara lain:[5]
  • iklim
  • tipe penggunaan lahan
  • bentuk lahan
  • kegiatan manusia.
Iklim berpengaruh pada bahan organik tanah dalam hal memacu atau menghambat laju dekomposisi.[5] Tipe penggunaan lahan berpengaruh dalam penyediaan sumber bahan organik, misal daerah persawahan akan berbeda kandungan bahan organiknya dibanding daerah hutan.[5] Faktor bentuk lahan mempengaruhi pada proses pengumpulan atau pencucian bahan organik.[5] Kegiatan manusia akan menentukan kandungan organik tanah misalnya dengan pemberian pupuk atau drainase yang akan berpengaruh pada kandungan bahan organik tanah.[5] Penentuan bahan organik tanah ada berbagai macam antara lain dengan metode pembakaran, ''Walkey and Black'', destruksi basah, dan lain-lain. Metode pembakaran menggunakan pendekatan gravimetris yaitu selisih berat bahan sebelum dan sesudah pembakaran, cara ini murah dan mudah serta biasa dilakukan di lapangan. Metode Walkey and Black menggunakan tahapan antara, artinya kandungan bahan organik ditentukan oleh besarnya C-organik hasil titrasi kemudian dikalikan dengan konstanta tertentu.[5]
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahan_organik_tanah

Sampah organik

Sampah organik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sampah yang mengganggu kehidupan kita
Sampah Organik adalah barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai kalau dikelola dengan prosedur yang benar.[1] Organik adalah proses yang kokoh dan relatif cepat, maka tanda apa yang kita punya untuk menyatakan bahwa bahan-bahan pokok kehidupan, sebutlah molekul organik, dan planet-planet sejenis, ada juga di suatu tempat di jagad raya? sekali lagi beberapa penemuan baru memberikan rasa optimis yang cukup penting.[2] Sampah organik adalah sampah yang bisa mengalami pelapukan (dekomposisi) dan terurai menjadi bahan yang lebih kecil dan tidak berbau (sering disebut dengan kompos).[3] Kompos merupakan hasil pelapukan bahan-bahan organik seperti daun-daunan, jerami, alang-alang, sampah, rumput, dan bahan lain yang sejenis yang proses pelapukannya dipercepat oleh bantuan manusia.[4] Sampah pasar khusus seperti pasar sayur mayur, pasar buah, atau pasar ikan, jenisnya relatif seragam, sebagian besar (95%) berupa sampah organik sehingga lebih mudah ditangani.[5] Sampah yang berasal dari pemukiman umumnya sangat beragam, tetapi secara umum minimal 75% terdiri dari sampah organik dan sisanya anorganik.[5]

Daftar isi

Jenis-Jenis Sampah Organik

Sampah organik berasal dari makhluk hidup, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.[6]
Sampah organik sendiri dibagi menjadi :[6]
  • Sampah organik basah.
    Istilah sampah organik basah dimaksudkan sampah mempunyai kandungan air yang cukup tinggi. Contohnya kulit buah dan sisa sayuran.
  • Sampah organik kering.
    Sementara bahan yang termasuk sampah organik kering adalah bahan organik lain yang kandungan airnya kecil. Contoh sampah organik kering di antaranya kertas, kayu atau ranting pohon, dan dedaunan kering.

Prinsip Pengolahan Sampah

Berikut adalah prinsip-prinsip yang bisa diterapkan dalam pengolahan sampah.[7] Prinsip-prinsip ini dikenal dengan nama 4R, yaitu:[7]
  • Mengurangi (bahasa Inggris: reduce)
    Sebisa mungkin meminimalisasi barang atau material yang kita pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak sampah yang dihasilkan.
  • Menggunakan kembali (bahasa Inggris: reuse)
    Sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari pemakaian barang-barang yang sekali pakai, buang (bahasa Inggris: disposable).
  • Mendaur ulang (bahasa Inggris: recycle)
    Sebisa mungkin, barang-barang yang sudah tidak berguna didaur ulang lagi. Tidak semua barang bisa didaur ulang, tetapi saat ini sudah banyak industri tidak resmi (bahasa Inggris: informal) dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah menjadi barang lain.
  • Mengganti (bahasa Inggris: replace)
    Teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barang-barang yang hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama.
Jangan sampai sampah menjadi gunung buatan baru

Cara Mengolah Sampah Organik Menjadi Kompos

Pengomposan sampah kota umumnya sama saja seperti pengomposan bahan baku lainnya.[8] Hanya yang patut dipikirkan adalah jumlah bahan organik kering yang digunakan dalam pencampuran bahan baku proses pengomposan.[8] Pengomposan secara sederhana bisa dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut.[3]

Pengomposan Menggunakan Drum Plastik

Pengomposan menggunakan drum plastik sangat cocok diterapkan untuk mengolah sampah rumah tangga.

Bahan Dan Peralatan Yang Digunakan

  1. Ember atau drum plastik yang telah dimodifikasi (dibuat berlubang) dengan kapasitas minimum 100 kg.
  2. Bioaktivator cair (metode aerob) atau bioaktivator padat (metode anaerob).
  3. Bahan baku sampah organik (hindari daging, tulang, duri ikan, sisa makanan berlemak, susu, kotoran anjing, kucing, dan babi).

Cara Membuat

  1. Cacah bahan baku hingga berukuran 2-5 cm.
  2. Taburkan bioktivator Promi 0,5% ke atas bahan baku, aduk hingga tercampur rata.
  3. Siram dengan air hingga diperoleh kelembapan yang diinginkan (50-60%), langsung masukkan ke dalam drum plastik.
  4. Inkubasi selama 1-2 minggu, tergantung dari bahan bakunya.
  5. Pada hari ketiga atau hari kedelapan perlu dilakukan pengadukan atau pembalikkan secara manual agar aerasi di dalam drum berlangsung baik.
=== Proses Pembuatan Kompos Aktif Ekspres (24 jam)[butuh rujukan] ===

Bahan

  1. Jerami kering, daun-daun kering, sekam, serbuk gergaji, atau bahan organik apa saja yang dapat difermentasi (20 bagian).
  2. Kompos yang sudah jadi (2 bagian).
  3. Dedak 1 bagian.
  4. Dectro disesuaikan dengan dosis (5 sendok makan).
  5. Air disesuaikan dengan dosis (20 liter).

Cara Membuat

  1. Cacah atu giling bahan baku kompos hingga agak halus, lalu campurkan dengan dedak dan kompos yang sudah jadi.
  2. Larutkan Dectro ke dalam air.
  3. Siramkan secara merata larutan Dectro ke dalam campuran bahan baku sampai kadar airnya mencapai 45-50%.
  4. Tumpuk campuran bahan baku tersebut di atas ubin yang kering dengan ketinggian 30-35 cm, lalu tutup menggunakan karung goni.
  5. Pertahankan temperatur 40-600 C.
  6. Setelah 24 jam, kompos aktif ekspres selesai terfermentasi dan siap digunakan sebagai pupuk organik.
== Macam-Macam Kompos[butuh rujukan] ==
  1. Kompos Praktis I.[9]
  2. Kompos Praktis II.
  3. Kompos Praktis III.
  4. Kompos Sampah Rumah Tangga.
  5. Kompos Tinja.
  6. Kompos BIPIK.
Tempatkanlah sampah pada tempatnya

Kelebihan Mengolah Sampah Organik

Berikut ini beberapa manfaat pembuatan kompos menggunakan sampah rumah tangga.[10]
  • Mampu menyediakan pupuk organik yang murah dan ramah lingkungan.
  • mengurangi tumpukan sampah organik yang berserakan di sekitar tempat tinggal.
  • Membantu pengelolaan sampah secara dini dan cepat.
  • Menghemat biaya pengangkutan sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA).
  • Mengurangi kebutuhan lahan tempat pembuangan sampah akhir (TPA).
  • Menyelamatkan lingkungan dari kerusakan dan gangguan berupa bau, selokan macet, banjir, tanah longsor, serta penyakit yang ditularkan oleh serangga dan binatang pengerat.
== Kekurangan Mengolah Sampah Organik[butuh rujukan] == Setelah menjadi pupuk kompos, pupuk siap untuk digunakan sebagai penyubur tanah.[11] Adapun kekurangan pupuk kompos adalah unsur hara relatif lama diserap tumbuhan, pembuatannya lama, dan sulit dibuat dalam skala besar.[11] Oleh karena itu untuk mendukung peningkatan hasil-hasil pertanian diperlukan pupuk buatan.[11]
https://id.wikipedia.org/wiki/Sampah_organik